Sekretaris PPDI Kampar Soroti Surat Pengembalian SiLPA Desa ke Pemprov Riau
Kampar – Sekretaris Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Kampar, Muhammad Halil, menyampaikan kritik atas Surat Pemberitahuan yang diterbitkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (DPMDDUKCAPIL) Provinsi Riau. Surat bernomor 410.10/DPMDDUKCAPIL/PEMDES/714 tersebut meminta desa-desa untuk mengembalikan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Bantuan Keuangan Khusus Pemerintah Provinsi Tahun Anggaran 2024 ke rekening pemerintah provinsi.
Halil menyatakan bahwa imbauan tersebut bertentangan dengan regulasi nasional, khususnya Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Menurutnya, kebijakan ini perlu ditinjau ulang karena berpotensi menyalahi aturan.
Dasar Hukum Pengelolaan SiLPA Desa
Dilansir dari laman FaktaBerita, Muhammad Halil menyoroti bahwa Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 mengatur pengelolaan keuangan desa berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, serta tertib dan disiplin anggaran. Namun, aturan tersebut tidak mengharuskan desa mengembalikan SiLPA ke rekening pemerintah provinsi.
“Permintaan pengembalian SiLPA ini harus memiliki dasar hukum yang jelas. Jika tidak, kebijakan tersebut dapat dianggap melanggar aturan tentang pengelolaan keuangan desa,” tegas Halil.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Pasal 24 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 menyebutkan SiLPA sebagai bagian dari pendapatan desa yang harus dimasukkan kembali dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun berikutnya. Hal ini, menurut Halil, menegaskan bahwa SiLPA adalah hak desa untuk mendukung pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
SiLPA Sebagai Hak Desa
Halil juga menjelaskan bahwa sesuai aturan, pendapatan desa berasal dari berbagai sumber, termasuk Pendapatan Asli Desa (PADes), transfer pemerintah seperti Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), dan bantuan keuangan dari provinsi atau kabupaten/kota. Ia menegaskan, SiLPA yang merupakan bagian dari pendapatan desa seharusnya tidak perlu dikembalikan.
“Himbauan tersebut bertentangan dengan regulasi yang menjadikan SiLPA sebagai sumber pendapatan untuk mendukung pelaksanaan program desa,” ujarnya.
Kritik terhadap Peraturan di Tingkat Provinsi
Halil menekankan bahwa kebijakan pemerintah provinsi tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, seperti Permendagri atau undang-undang. “Ini harus dikaji lebih dalam agar tidak menimbulkan kebingungan di tingkat desa,” tambahnya.
Semangat Otonomi Desa
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Halil menegaskan bahwa desa memiliki hak otonomi dalam mengelola keuangannya. Kebijakan pengembalian SiLPA ke pemerintah provinsi dianggapnya berpotensi menggerus semangat desentralisasi yang diamanatkan undang-undang tersebut.
“Pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada regulasi nasional untuk menjaga asas transparansi, akuntabilitas, dan otonomi desa,” pungkas Halil, seraya meminta pemerintah provinsi memberikan klarifikasi agar tidak menimbulkan polemik lebih lanjut.